BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jika kita mengamati sungai di daerah perkotaan, seringkali kotor dan berbau tidak sedap. Hal itu terjadi karena banyaknya sampah atau limbah cair yang dibuang ke saluran air dan akhirnya masuk kesungai. Limbah cair harus diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke sungai, sehingga sungainya tetap bersih dan dapat digunakan untuk sanitasi. Para ilmuwan, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, dapat menemukan cara untuk mengatasi permasalahan-permasalahan lingkungan yang dapat mengganggu kesejahteraan manusia, salah satunya dengan cabang ilmu pengetahuan Kimia. Dalam Kimia, terhadap Konsep Redoks yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan lingkungan semacam pengolahan air kotor. Diharapkan dengan diketahuinya kegunaan dari Konsep Redoks, pembaca menjadi termotivasi untuk menemukan resolusi-resolusi baru di ilmu pengetahuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan menyangkut kesejahteraan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang ada dalam makalah yang berjudul penerapan konsep reaksi redoks sangat banyak dan tidak mungkin untuk diteliti semuanya oleh penulis oleh karena itu penulis membatasi masalah pada :
1. Apa yang dimaksud reaksi redoks itu?
2. Bagaimana pemecahan masalah lingkungan dengan konsep redoks?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami konsep dasar dari reaksi redoks
2. Dapat menerapkan konsep reaksi redoks untuk mengatasi masalah lingkungan
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Reaksi Redoks
Pengetahuan manusia mengenai reaksi redoks senantiasa berkembang. Perkembangan konsep reaksi redoks menghasilkan dua konsep, klasik dan modern. Awalnya, reaksi redoks dipandang sebagai hasil dari perpindahan atom oksigen dan hidrogen. Oksidasi merupakan proses terjadinya penangkapan oksigen oleh suatu zat. Sementara itu reduksi adalah proses terjadinya pelepasan oksigen oleh suatu zat. Oksidasi juga diartikan sebagai suatu proses terjadinya pelepasan hidrogen oleh suatu zat dan reduksi adalah suatu proses terjadinya penangkap hidrogen. Oleh karena itu, teori klasik mengatakan bahwa oksidasi adalah proses penangkapan oksigen dan kehilangan hidrogen. Di sisi lain, reduksi adalah proses kehilangan oksigen dan penangkapan hidrogen. Seiring dilakukannya berbagai percobaan, konsep redoks juga mengalami perkembangan. Muncullah teori yang lebih modern yang hingga saat ini masih dipakai. Dalam teori ini disebutkan bahwa:
a. Oksidasi adalah proses yang menyebabkan hilangnya satu atau lebih elektron dari dalam zat. Zat yang mengalami oksidasi menjadi lebih positif.
b. Reduksi adalah proses yang menyebabkan diperolehnya satu atau lebih elektron oleh suatu zat. Zat yang mengalami reduksi akan menjadi lebih negatif.
Teori ini masih dipakai hingga saat ini. Jadi proses oksidasi dan reduksi tidak hanya dilihat dari penangkapan oksigen dan hidrogen, melainkan dipandang sebagai proses perpindahan elektron dari zat yang satu ke zat yang lain.
2.2 Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks
Kemajuan industri tekstil, pulp, kertas, bahan kimia, obat-obatan, dan industri pangan di samping membawa dampak positif juga berdampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain menghasilkan air limbah yang membahayakan lingkungan, karena mengandung bahan-bahan kimia dan mikroorganisme yang merugikan. Cara mengatasi air limbah industri adalah dengan melakukan pengolahan air limbah tersebut sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu penerapan konsep redoks adalah pengolahan air kotor atau limbah dengan metode lumpur aktif.
Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri dan sisanya protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi (membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam reactor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air limbah.
Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Tahap awal
Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai binatang, pasir, dan kerikil. Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam sistem dan limbah dicampur agar laju aliran dan konsentrasi partikel konsisten.
2. Tahap primer
Tahap ini disebut juga tahap pengendapan. Partikel-partikel berukuran suspensi dan partikel-partikel ringan dipisahkan, partikel-partikel berukuran koloid digumpalkan dengan penambahan elektrolit seperti FeCl3, FeCl2, Al2(SO4)3, dan CaO.
3. Tahap sekunder
Tahap sekunder meliputi 2 tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif) dan pengendapan. Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang sudah dicampur lumpur aktif untuk pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam lumpur. Dengan agitasi yang baik, mikroorganisme dapat melakukan kontak dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan menjadi senyawa yang mudah menguap seperti H2S dan NH3 sehingga mengurangi bau air limbah. Tahap selanjutnya dilakukan pengendapan. Lumpur aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi, sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut lumpur bulki.
4. Tahap tersier
Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk memisahkan kandungan zat-zat yang tidak ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar terurai, dan padatan anorganik. Contoh-contoh perlakuan pada tahap ini sebagai berikut:
a. Nitrifikasi/denitrifikasi
Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH3 dalam air atau NH4+) menjadi nitrat (NO3-) dengan bantuan bakteri aerobik. Reaksi:
2 NH4+(aq) + 3 O2(g) -> 2 NO2-(aq) + 2 H2O(l) + 4 H+(aq)
2 NO2- (aq) +O2(g)à2 NO3- (aq)
Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi gas nitrogen bebas seperti N2, NO, dan NO2.
Senyawa NO3 à gas nitrogen bebas
b. Pemisahan fosfor
Fosfor dapat dipisahkan dengan cara koagulasi/ penggumpalan dengan garam Al dan Ca, kemudian disaring.
Al2(SO4)3+14H2O(s) + 2 PO43-(aq)à2 AIPO4(s) + 3 SO42-(aq) + 14 H2O(l)
5 Ca(OH)2(s) + 3 HPO42-(aq)à Ca5OH(PO4)3(s) + 6 OH-(aq) + 3 H2O(l)
c. Adsorbsi oleh karbon aktif untuk menyerap zat pencemar, pewarna, dan bau tak sedap.
d. Penyaringan mikro untuk memisahkan partikel kecil seperti bakteri dan virus.
e. Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang masih tersisa dalam air limbah.
5. Disinfektan
Disinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan mikroorganisme seperti virus dan materi organic penyebab bau dan warna. Air yang keluar dari tahap ini dapat digunakan untuk irigasi atau keperluan industri, contoh: Cl2. Reaksi: Cl2(g) + H2O(l)àHClO(aq) + H+(aq) + Cl-(aq)
6. Pengolahan padatan lumpur
Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik atau anaerobik menghasilkan gas CH4 untuk bahan bakar dan biosolid untuk pupuk.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif menemui kendala-kendala seperti:
1. Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena prosesnya berlangsung lama.
2. Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan mikroba berfilamen yang berlebihan.
3. Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang cukup ketat.
Berdasarkan berbagai penelitian, kelemahan metode lumpur aktif tersebut dapat diatasi dengan cara:
Menambahkan biosida, yaitu H2O2 atau klorin ke dalam unit aerasi. Penambahan 15 mg/g dapat menghilangkan sifat bulki lumpur hingga dihasilkan air limbah olahan cukup baik. Klorin dapat menurunkan aktivitas mikroba yang berpotensi dalam proses lumpur aktif. Metode ini hasil penelitian Sri Purwati, dkk. dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa, Bandung.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsep Redoks dapat digunakan dalam proses pemecahan masalah lingkungan dan kehidupan sehari-hari. Salah satu penerapan Konsep Redoks adalah pengolahan air kotor atau limbah dengan metode lumpur aktif. Lumpur adalah materi yang tidak larut yang selalu nampak kehadirannya di dalam setiap tahap pengolahan, tersusun oleh serat-serat organik yang kaya akan selulosa dan di dalamnya terhimpun kehidupan mikroorganisme. Lumpur aktif adalah lumpur yang kaya dengan bakteri aerob, yaitu bakteri yang dapat menguraikan limbah organik dengan cara mengalami biodegradasi.
Pada metode lumpur aktif terjadi reaksi oksidasi untuk pertumbuhan bakteri aerob dan terjadi reaksi reduksi pada substrat (buangan). Bakteri aerob mengubah sampah organik dalam air limbah menjadi bio massa dan gas CO2. Sementara nitrogen organik diubah menjadi amonium dan nitrat, fosforus organik diubah menjadi fosfat. Biomassa hasil degradasi tetap berada dalam tangki aerasi hingga bakteri melewati masa pertumbuhan cepatnya. Setelah itu akan mengalami flokulasi membentuk padatan yang lebih mudah mengendap. Dari tangki pengendapan, sebagian lumpur dibuang, sebagian lain disirkulasikan ke dalam tangki aerasi.
Kombinasi antara bakteri dalam konsentrasi tinggi dan lapar (dalam lumpur yang disirkulasi) dengan jumlah nutrien yang banyak (dalam air kotor) , memungkinkan penguraian dapat berlangsung dengan cepat. Peruraian dengan metode lumpur aktif hanya memerlukan beberapa jam, jauh lebih cepat dibandingkan dengan peruraian serupa yang terjadi secara alami dalam selokan atau air sungai
DAFTAR PUSTAKA
Anto, Tri Sugiarto. 2012. Daur Ulang Air Limbah. Kompas.
Hendayani, Soetopo, Setiadji. 2006. Penanggulangan Permasalahan Lumpur Bulki
dari Proses Lumpur Aktif Pada Pengolahan Air Limbah Pulp dan Kertas.
Bandung: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa :
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Harnanto Ari, Ruminten. 2009. Kimia 1Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta : Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.